Ribuan ikan nila milik peternak ikan keramba di Waduk Cengklik, Ngemplak, Boyolali mati. Matinya ikan-ikan itu disebabkan karena kondisi air waduk tercemar limbah.
  Ketua kelompok budidaya ikan keramba jaring apung Desa Ngargorejo, Ngemplak, Boyolali, Maryanto, mengatakan kematian ikan-ikan milik peternak sudah berlangsung tiga pekan. Ribuan ikan yang mati itu oleh peternak dibuang di waduk atau dijadikan pakan ikan lele.

  “Setiap peralihan musim kemarau ke musim hujan kondisi ikan milik perternak pasti banyak yang mati,” ujar Maryanto saat ditemui wartawan di rumahnya, Selasa (29/12/2015).

Maryanto mengatakan ikan yang diternak dalam keramba seperti keracunan akibat air di waduk tercemar limbah. Pencemaran air waduk lebih disebabkan penggunaan pupuk kimia berlebihan dari sawah milik petani yang kemudian terbawa air hujan menuju ke waduk.

  Selain itu limbah rumah tangga dan sampah banyak masuk ke waduk. “Kondisi waduk sangat dangkal dengan kedalaman hanya 2 meter mengakibatkan ikan di keramba tidak bisa bergerak bebas dan akhirnya mati. Idealnya untuk ternak ikan kedalaman 5 meter,” kata dia.

  Ia mengaku mengalami kerugian sebesar Rp5 juta akibat banyak ikan miliknya mati seperti keracunan. Jumlah anggota kelompok peternak ikan keramba di Waduk Cengklik Desa Ngargorejo sebanyak 65 orang.

  “Jika ditotal keseluruhan ikan yang mati milik peternak ikan keramba di Ngargorejo sebanyak 1 kuintal per hari. Ikan yang mati keracunan itu sebagian besar sudah besar atau siap dipanen,” kata dia.

  Permintaan ikan di pasar, kata dia, saat ini sedang tinggi sementara stok ikan ditingkat peternak penipis akibat banyak yang mati. Kondisi itu membuat harga ikan melambung dari sebelumnya Rp18.000/kg menjadi Rp22.000/kg.

  Senada diungkapkan peternak ikan keramba lainnya Desa Sobokerto, Ngemplak, Wigno. Menurut dia, peternak banyak yang merugi dan memilih pekerjaan lain akibat banyak ikan yang mati.

  “Harga pakan dan bibit ikan selalu naik sementara hasil panen ikan nila jauh dari harapan membuat peternak kehabisan modal,” kata dia.

Sumber : www.solopos.com
  Sejumlah petani di Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, meminta kepada Pemerintah untuk memberikan bantuan sumur tancap atau sumur bor. Hal tersebut dilakukan karena selama ini petani masih kesulitan untuk mengairi lahan pertaniannya.

  Menurut salah seorang petani Desa Sobokerjo, Ngemplak, Widodo, petani sebenarnya pernah dibangunkan sumur tancap oleh pemerintah setempat. Namun, sumur tersebut hanya mampu mengairi lahan persawahan yang berada di dekatnya. Sementara yang jauh dari sumur tersebut tidak dapat diairi.

  "Meskipun menggunakan pompa air atau diesel dengan kekuatan 5PK tetap saja tidak kuat. Dan hanya mampu mengairi di sekitar sumur tersebut," kata Widodo, Rabu (9/12).

  Sehingga, kata Widodo, harus ada sumur tambahan agar petani tidak kesulitan mendapatkan pengairan. Dia juga mengungkapkan, lahan pertanian yang jauh dari sumur tersebut selalu mengandalkan air hujan untuk bisa kembali bercocok tanam."Paling tidak harus ada dua sumur tancap lagi di sini. Soalnya sumur yang telah ada hanya mampu mengairi pertanian yang ada sekitarnya. Kalau yang jaraknya 200 meter dari sumur sudah tidak bisa," ungkap Widodo.

  Selama ini, Widodo mengaku hanya mengandalkan air hujan untuk bisa menanam padi. Dijelaskannya, petani Desa Sobokerto pada umumnya dalam setahun dua kali panen. Sementara memasuki musim ketiga, petani memanfaatkan lahan pertaniannya dengan menanami sayuran.

  "Kami berharap pemerintah bisa segera merealisasikan sumur tancap. Supaya petani dapat mendukung dan mewujudkan program pemerintah tentang swasembada pangan," ungkap Widodo. (Labib Zamani)
sumber : www.jitunews.com